10 Tren Bangunan Hijau Terbaik

SLFJakarta.com – Earth Advantage mengidentifikasi 10 tren gedung berwawasan lingkungan terbaik tahun ini. Tren-tren baru ini, sebagaimana dilaporkan oleh Sustainable Business, adalah hasil masukan dari berbagai pihak seperti pemerintah, pengembang, arsitek, broker properti, termasuk para pemilik rumah.

Menurut Tom Breunig, Direktur Pemasaran dan Komunikasi di Earth Advantage Institute, penggunaan perabot pintar (smart appliances), analisis masa pakai bahan bangunan, serta pemanfaatan energi berbasis komunitas yang makin terjangkau oleh masyarakat termasuk di dalamnya.

  1. Tren “hijau”  kini semakin terjangkau. Masih banyak yang mengaitkan tren ramah lingkungan dan bangunan hemat energi dengan biayanya yang mahal. Kini tidak lagi.  Teknologi ramah lingkungan dan bahan baku berkualitas tinggi semakin murah dan mudah didapat.
    Audit energi yang murah dan gratis banyak tersedia. Pemilik rumah semakin sadar atas manfaat modifikasi hemat energi yang simpel dan murah. Program Solar City di AS memungkinkan pemilik rumah memasang panel surya tanpa uang muka. Program lain seperti Habitat for Humanity menyediakan rumah ramah lingkungan sesuai dengan standar sertifikasi LEED dan Energy Star dengan harga terjangkau (US$100.000).
  2. Tren kompetisi penghematan energi. Anda bisa menciptakan kompetisi hemat energi di berbagai jejaring sosial seperti Facebook, Twitter atau jejaring media lain. Ajak teman-teman Anda bergabung dalam kompetisi ini. Earth Aid misalnya, menggelar program yang memungkinkan Anda melacak penggunaan energi di rumah dengan sponsor toko-toko ritel lokal. Anda juga bisa berbagi dan menemukan info cara penghematan energi paling efektif di Earth Aid. Didukung program dari Kementrian Energi AS seperti program Home Energy Score dan program Energy Performance Score di Oregon dan Washington, penduduk AS kini bisa saling membandingkan konsumsi energi dan menemukan cara penghematan energi terbaik bagi rumah mereka.
  3. Tren peraturan energi berbasis kinerja (performance-based energy codes). Penggunaan energi bisa tak terkontrol tanpa adanya peraturan pemerintah. Untuk itu, dibutuhkan regulasi yang mengatur standar pemakaian energi untuk peralatan rumah tangga seperti pemanas maupun pendingin ruangan.
    Hal ini penting bagi para pemilik bangunan yang ingin memodifikasi bangunan mereka menjadi bangunan ramah lingkungan. Pemilik bangunan bisa memilih strategi hijau yang paling efektif bagi bangunan dan penghuninya namun mereka juga harus memenuhi target minimal penghematan energi dan melaporkan pemakaian energi mereka selama satu tahun ke lembaga terkait. Kota Seattle dan New Building Institute bekerja sama dengan Preservation Green Lab dari National Trusts telah menciptakan dan memraktekkan peraturan hijau ini bagi gedung lama maupun baru.
  4. Tren energi terbarukan berbasis komunitas (Community Renewable Energy). Kini, banyak komunitas yang telah bekerja sama mendapatkan energi surya dengan harga terjangkau. Membeli panel surya secara berkelompok bisa mengurangi biaya instalasi dan produksi hingga 15-25%.
  5. Tren perabot pintar (Smart Appliances). Dengan memanfaatkan teknologi pengukuran pintar (smart meters), pemilik gedung bisa mendapatkan tips cara menghemat energi pada jam-jam sibuk. Pemilik gedung juga bisa mengetahui kebutuhan energi setiap perabot yang mereka pakai. Pihak pabrikan banyak yang telah menerapkan teknologi pengatur waktu dan pengatur konsumsi energi canggih di produk mereka sehingga pemakaian energi bisa semakin dikontrol.
  6. Tren berbagi ruang. Saat krisis ekonomi, banyak penyewa gedung yang memodifikasi bangunan mereka sehingga bisa dihuni lebih banyak orang. Bangunan kecil tambahan yang bisa dimanfaatkan sebagai kantor, studio, atau disewakan itu memenuhi syarat ideal sebuah bangunan yang hemat energi dan berwawasan lingkungan.
    Bangunan tambahan ini bisa memaksimalkan penggunaan ruang di perkotaan dan memberikan nilai tambah bagi pemilik bangunan. Kota-kota seperti Portland, Oregon, dan Santa Cruz, California, membebaskan biaya administrasi bagi bangunan-bangunan seperti ini.
  7. Tren penyekatan bangunan secara optimal. Teknologi saat ini memungkinkan bangunan disekat sedemikian rupa sehingga tidak ada energi yang keluar. Desain ini sangat cocok bagi negara yang memiliki empat musim. Saat musim dingin, bangunan yang memiliki sekat sempurna dipanaskan oleh aktifitas dalam ruang tanpa harus menggunakan pemanas elektrik. Bangunan yang memiliki sekat dalam sistem pemanas atau pendingin yang baik bisa menghemat energi dan biaya pemanasan atau pendinginan gedung. Konsep ini sesuai dengan sertifikasi Energy Star. Bangunan juga bisa menggunakan sistem pemanas atau pendingin yang berasal dari panas bumi (geothermal) yang lebih ramah lingkungan.
  8. Tren daur ulang air limbah. Air semakin sulit didapat. Di beberapa wilayah seperti di bagian barat laut AS dan bagian selatan California, sistem daur ulang air semakin populer. Dengan mendaur ulang air kita bisa menghemat penggunaannya dan bisa mengurangi limbah. Walaupun beberapa kota masih enggan menggunakan air hasil daur ulang (grey water), namun sejumlah negara telah memanfaatkannya bahkan untuk irigasi. Singapura adalah negara di Asia yang mendaur ulang air limbahnya untuk digunakan pada kebutuhan sehari-hari.
  9. Tren sertifikasi gedung-gedung kecil.  Sebanyak 95% gedung-gedung komersial di AS memiliki luas di bawah 4.645 m2. Namun bangunan yang memiliki sertifikasi LEED (Leadership in Energy & Environmental Design) biasanya memiliki ukuran yang jauh lebih besar. Hal ini karena biaya sampingan untuk sertifikasi seperti biaya komisi, rancang bangun energi (energy modeling), pendaftaran proyek , dan biaya administrasi lain masih sangat besar sehingga biaya sertifikasi ini menjadi sangat mahal bagi pemilik dan pengembang gedung kecil. Program sertifikasi yang didesain khusus bagi gedung-gedung kecil kini semakin marak seperti Earthcraft Light Commercial dan Earth Advantage Commercial.
  10. Tren analisis masa pakai (Lifecycle Analysis/LCA). Memahami masa pakai bahan bangunan dan efeknya dari pabrikan hingga ke pembuangan sangat penting bagi pengembang berwawasan lingkungan. Dengan memahami prinsip masa pakai tersebut, industri konstruksi bisa memelajari efek bahan-bahan bangunan itu dimulai dari produksi hingga ke pembuangannya.

Analis bisa meneliti dampak dari bahan-bahan bangunan itu sepanjang masa pakainya dengan menggunakan berbagai indikator lingkungan seperti  efeknya terhadap polusi air dan udara, energi yang dibutuhkan untuk memroduksi bahan bangunan, dan efek dari limbah bahan bangunan itu terhadap lingkungan dan pemanasan global. Hasil dari analisis ini membantu arsitek merancang bangunan yang benar-benar “hijau” atau berwawasan lingkungan.

(sjs/sjs)

Bagikan :